Mahasiswi `Ayam Kampus` Beberkan soal Tarif dan Alasan Jual Diri

Sabtu, 24/08/2019 16:55 WIB
Ilustrasi (Tribun-Timur News)

Ilustrasi (Tribun-Timur News)

Jakarta, law-justice.co - Bukan rahasia lagi jika sejumlah mahasiswi Tanah Air menjajakan dirinya atau nyambi sebagai "ayam kampus". Berbagai alasan mereka memilih jual diri.

Sejumlah mahasiswi masuk ke dalam dunia prostitusi online alias "ayam kampus" di Kota Palembang, Sumatera Selatan dan fenomena ini memang bukan hal baru.

Para ayam kampus ini rela menjajakan cinta demi memenuhi kebutuhan kuliah, kebutuhan sehari-harinya, bahkan gaya hidup.

Berbeda Pekerja Seks Komersial (PSK) lainnya yang menjajakan diri secara terang-terangan, para "ayam kampus" ini dalam mencari pelanggan terbilang lebih eksklusif.

"Ayam kampus" menggunakan berbagai aplikasi media sosial atau tawaran dari mulut-mulut untuk mencari pelanggan.

Dalam mencari pelanggan, mereka kini tak sembarangan, lebih memilih-memilih pelanggan yang akan menggunakan jasa kepuasan nafsu itu.

Hal itu karena beberapa kasus prostitusi online yang mencuat ke publik, sehingga menimbulkan kekhawatiran di kalangan "ayam kampus"

"Kalau saya sih lebih pilih pelanggan, tidak mau dari kalangan mahasiswa atau orang yang kita tidak tahu latar belakangnya," ujar MS (21), salah seorang "ayam kampus" di perguruan tinggi swasta di Palembang, seperti dilansir Tribun-Timur.com.

MS mengungkapkan, untuk modus yang mereka pakai bisanya memasang foto cantik nan menggoda di beberapa aplikasi sosial media.

Kemudian, biasanya para pelanggan langsung chatting dengan si "ayam kampus" untuk menanyakan bisa "dipakai" atau tidak.

Setelah si "ayam" mengaku bisa, kemudian komunikasi berlanjut untuk menentukan tarif dan lokasi untuk bercinta.

Kesan eksklusif yang ditawarkan oleh penjaja cinta "ayam kampus", membuat mereka enggan sembarangan memilih tempat untuk berkencan.

Jika ada konsumen yang tertarik menggunakan jasa si "ayam kampus", paling tidak menginginkan ngamar di hotel berbintang tiga.

Dalam setiap kali kencan, ia mematok tarif minimal Rp 1 juta untuk layanan short time dan paling besar Rp 5 juta untuk long time.

"Biasanya kalau saya sih langsung minta DP sama pelanggan kalau memang dia serius. Setelah ditransfer baru langsung ketemuan di lokasi dijanjikan. Jika dapat pelanggan yang sudah mapan biasanya suka kasih lebih. Ya bisa sampai Rp 10 juta," katanya mengungkapkan.

Tak Perawan Lagi

Ia menjelaskan, awal mula terjerumus ke dalam dunia hitam tersebut setelah semasa SMA keperawanannya direnggut oleh sang pacar.

Merasa dirinya sudah tak suci lagi, perempuan berambut panjang ini memilih terjun menjadi "ayam kampus" saat masuk kuliah.

Selain itu, desakan rendahnya faktor ekonomi membuat si "ayam kampus" lebih memilih jalan pintas dengan menjual diri untuk menambah pundi-pundi uang.

"Kiriman orangtua dari kampung cukup untuk kuliah dan makan. Nah kalau mau biaya nongkrong dan beli barang terpaksa begini," jelasnya.

TY, "ayam kampus" lainnya di Palembang juga mengaku lebih wanti-wanti dalam cari pelanggan.

Menjajakan diri melalui media sosial membuat mereka dapat memilah pelanggan yang akan menggunakan jasa seks si "ayam kampus".

Jika dirasa si pelanggan aman dan memiliki isi kantong tebal, barulah ia mau diajak bercinta.

"Saya lebih ke eksklusif, nggak mau sembarang pilih pelanggan. Nanti bisa-bisa rupanya kita dijebak. Apalagi sekarang kasus prostitusi online sedang maraknya diungkap," katanya mengakui.

Dengan gaya eksklusifnya, membuat gadis pemilik tinggi badan sekitar 168 cm ini menerima pelanggan maksimal sekali dalam seminggu.

Namun jika ia sedang mood atau ingin beli sesuatu, TY bakal langsung meladeni apabila ada pelangggan yang mau menggunakan jasanya.

"Ya tergantung mood juga sih, tapi kalau mau beli sesuatu, saya cari pelanggan," ujarnya.

Diakuinya, menjadi "ayam kampus" tak banyak orang yang mengetahui, terlebih lingkungan keluarga dan pacarnya.

Ia menutup rapat kesehariannya yang kerap menjajakan cinta dengan pria hidung belang melalui media sosial.

Mahasiswi semester V program studi bidang kesehatan ini pun mengaku sempat khawatir jika suatu saat ia bakal terkena penyakit.

Tetapi, himpitan ekonomi dan tututan gaya hidup membuatnya terpaksa menggeluti dunia "ayam kampus" hingga kini.

"Pernah kepikiran takut kena penyakit, cuma ya dibawa happy aja. Mau bagaimana lagi, karena kita memang butuh uang," katanya membeberkan.

Lebih Suka Ayam Kampus

Boy, salah seorang pegawai swasta mengaku suka menggunakan jasa "ayam kampus" dikarenakan lebih profesional, ramah, dan berkelas dari PSK lainnya.

Ia mengungkapkan, penilaiannya terhadap layanan "ayam kampus" bukan hanya soal bersetubuh.

Melainkan, juga soal attitude dan sensasi yang didapatkan dari si "ayam kampus".

Dengan pelayanan berbeda diberikan "ayam kampus", ia pun harus merogoh kocek lebih dalam untuk mendapatkan kesempatan kencan dengan "ayam kampus".

Namun begitu, hal tersebut bukanlah jadi soal.

Baginya kepuasan dan layanan adalah yang paling utama.

"Ayam kampus itu lebih eksklusif dan berkelas, karena tidak sembarangan orang bisa pakai jasanya. Walau harus bayar Rp 2 juta tidak masalah yang penting lebih berkelas
dan pelayanan memuaskan," katanya mengakui.

Lain lagi dengan Jo, ia lebih memilih menjadikan "ayam kampus" sebagai teman bersenang-senang.

Setelah satu-dua kali menggunakan jasanya, pria berambut ikal ini akan melanjutkan hubungannya ke jenjang lebih dekat.

Jika hubungan keduanya semakin akrab, ia mengaku selanjutnya tak perlu lagi mengeluarkan biaya cukup mahal.

Cukup membuka kamar di hotel dan diajak jalan pegawai swasta ini dengan leluasa menggunakan jasa si "ayam kampus".

"Awal-awalnya bayar Rp 1 juta, setelah itu kita akrab-in. Selanjutnya tinggal suka sama suka aja," katanya.

Ogah Jadi Simpanan

Para oknum mahasiswi yang nyambi jadi "ayam kampus" enggan secara terang-terangan membuka jati diri mereka.

Bahkan, pihak keluarga dan sang pacar tak mengetahui jika mereka terjerumus ke dalam dunia prostitusi "ayam kampus".

Mereka biasanya berpenampilan biasa saja di lingkungan kuliah, enggan tampil mencolok dengan pakaian glamor dan menggoda.

Untuk pakaian yang digunakan ketika kuliah juga rata-rata tertutup seperti mahasiswa lain pada umumnya.

MS, salah seoerang "ayam kampus" jurusan ekonomi di kampus swasta Palembang mengaku kalau sepintas orang pasti tidak akan mengetahui bahwa mereka terlibat dunia
prostitusi online.

Permainan melalui media sosial membuat modus "ayam kampus" cukup sulit terendus orang banyak.

"Ya pintar-pintar kita sembunyikan identitas. Pacar dan keluarga saya tidak tahu kalau saya begini (ayam kampus,)," ujarnya, Kamis (15/8/2019).

Ia menjelaskan, si "ayam kampus" biasanya diketahui oleh sesama rekannya dan penikmat jasa saja.

Mereka enggan membuka diri secara terang-terangan dengan pekerjaan tersebut karena berada di lingkungan kampus.

"Ketahuan teman satu kampus ya malulah. Paling cuma beberapa teman yang tahu, tapi mereka nggak bakal bocor. Tahu sama tahu saja," kata MS.

Diakuinya, meski bisa dengan mudah mendapatkan uang menjadi seorang "ayam kampus", namun sebagian mahasiswi pelaku bisnis haram ini enggan menjadi simpanan om-om berkantong tebal.

Mereka lebih mengambil aman dengan menjajakan cinta kilatnya ketimbang harus menjadi simpanan pria beristri.

Wanita berambut panjang ini selalu menolak ajakan tersebut.

Alasannya, selain berisiko jati dirinya terungkap.

Ia menghindari terjadinya konflik dengan istri sah si om-om.

"Kalau yang ngajak jadiin simpanan banyak, tapi sayanya yang nggak mau. Terlalu beresiko kalau gitu (jadi simpanan)," ujarnya.

Ia mengungkapkan, bahkan ada om-om yang rela memberinya uang hingga Rp 20 juta untuk mengiming-iminginya agar mau jadi simpanan.

"Pokoknya yang dicari itu duit, bukannya status. Kalau jadi simpanan itu terikat," kata MS.

TY, "ayam kampus" lainnya juga mengaku kerap kali bercinta terkadang terbawa perasaan alias baper.

Akan tetapi ia mengaku lebih memilih menahan diri.

Mahasiswi ini lebih memilih menahan diri ketimbang nantinya hubungan berlanjut hingga menjadi simpanan si pelanggan.

Diakuinya, sulit meninggalkan kehidupan yang serba enak dari penghasilannya sebagai "ayam kampus".

Ia melakukan pekerjaan ini untuk memenuhi lifestyle dan kebutuhan sehari-hari.

"Imej mahasiswi itu kesannya sensual, intelek, dan lebih eksklusif. Jadi banyak yang mau jadikan simpanan. Tapi kalau saya sih ogah, terlalu berisiko," katanya.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar