Akhir-akhir ini Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan sedang sibuk dengan somasi yang dia layangkan kepada Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti dan Direktur Lokataru Haris Azhar. Somasi tersebut terkait dengan unggahan video di kanal YouTube Haris Azhar yang berjudul `Ada Lord Luhut Di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!!`.
Sudah jatuh tertimpa tangga. Mungkin itulah istilah yang cocok bagi penyintas Covid-19. Sudah berusaha berjuang hidup namun masih diberikan kesulitan mendapatkan akses obat dan alat kesehatan yang murah. Alih-alih mandiri, industri farmasi Indonesia ternyata sebagian besar masih bergantung impor.
Dalam hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan pada semester II 2020, didapati beberapa poin rekomendasi penyimpangan dari pengunaan dana PEN di beberapa institusi lembaga tinggi negara, Kementerian dan BUMN serta pemerintahan daerah. Hal itu menandakan ada potensi kerugian negara dari penggelontoran anggaran negara ratusan triliun. Sementara itu, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyebut ada beberapa penyaluran anggaran yang tidak tepat sasaran. Lantas apa rekomendasi BPKP agar dana PEN 2021 bisa tepat guna dan tidak jadi bancakan?
Sejak pandemi Covid-19, pemerintah menggelontorkan ratusan triliun untuk sebagai dana Pemulihan Ekonomi Nasional atau PEN. PEN diberikan kepada berbagai lembaga perlindungan sosial, Pemda, insentif, UMKM, hingga beberapa BUMN.
Tata kelola anggaran bantuan program Indonesia Pintar ternyata masik karut marut. Walau pun program tersebut sudah berjalan lebih dari lima tahun lamanya. Hal itu terlihat dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan pada semester II 2020. Dalam hasil audit itu tercatat ada anggaran sekitar Rp2 triliun yang rawan disalahgunakan karena bantuan tidak tepat sasaran.
Dugaan terjadinya permainan dalam anggaran pengadaan laptop untuk anak didik pada tahun anggaran 2021 makin kentara. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, (Kemendikbud-Ristek) akhir-akhir ini menjadi sorotan publik terkait rencana pengadaan laptop buatan dalam negeri senilai Rp 3,7 triliun. Uang segitu akan digunakan untuk membeli laptop buatan lokal dengan jumlah 431.730 unit.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merilis data hasil pemeriksaan Semester II tahun 2020. Dalam temuannya itu, BPK menemukan adanya masalah pada penganggaran, pelaksanaan kontrak dan pengelolaan Barang Milik Negara atas tidak diselenggarakannya ibadah haji tahun 2020. Dalam temuan itu disebutkan ada ketidakhematan pengadaan vaksin Meningitis Meningokokus untuk haji TA 2020 sebesar Rp3,71 miliar.
Siapa sangka, Kejaksaan Agung benar-benar menyelidiki dugaan korupsi yang terjadi di LPEI akibat kinerja perusahaan pembiayaan ekspor itu yang terus merugi. Naiknya perkara tersebut ke meja hukum menandakan bahwa uang rakyat telah menjadi bancakan segelintir orang yang tidak bertanggung jawab. Sehingga berdampak pada meningkatnya kredit macet/non performing loan (NPL) pada 2019 sebesar 23,39%.
Kasus korupsi pengadaan Bantuan Sosial (Bansos) yang menjerat mantan Menteri Sosial Juliari P. Batubara masih terus berlanjut di pengadilan Tipikor Jakarta. Baru dua dari lima terdakwa yang sudah divonis bersalah yakni pengusaha pemberi suap, Ardian Iskandar Maddanatja dan Harry van Sidabukke. Beberapa nama lainnya sempat muncul di persidangan, namun urung masuk dalam dakwaan. Keseriusan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut tuntas kasus ini mulai dipertanyakan.
Bea Cukai saat ini sedang menjadi sorotan oleh berbagai pihak, hal tersebut karena adanya dugaan manipulasi sistem dalam kasus Impor Emas senilai Rp 47,1 Triliun di Bandara Soekarno Hatta. Dugaan akal-akalan impor emas ini diduga melibatkan BUMN tambang PT Aneka Tambang Tbk (ANTAM) dan beberapa perusahaan importir emas lainnya. Lantas bagaimana upaya penegak hukum dan Bea Cukai menindak praktik merugikan ini?